• Breaking News

    Abandoned; 1 of 3

    FiverrJhoni20

    Jauh di utara adalah rumahku, Niflheim, sebuah benua yang tidak pernah melihat mentari dan hanya ditiup oleh badai salju selama berhari-hari. Walau begitu, ini adalah rumah kami, tanah kelahiran leluhur kami dan kita tidak akan meninggalkannya apapun yang akan terjadi, namun ada satu hal yang mulai membuat hati baja kami resah. Bagaikan topan yang menerpa segalanya tanpa adanya sebuah peringatan, begitu pula sebuah berita yang mengejutkan terjadi pada hari itu. Raja kami, Heridith, telah mengasingkan salah satu dari satuan elite kerajaan kami, Vaetta. Nama dia adalah Joruska, seorang ksatria wanita yang lihai dengan busur dan panahnya, serta yang pertama menjadi Vaetta di kerajaan kami, dengan gelar khusus kepadanya Fyrstr Vaetta. Entah apa yang telah merasuki diri raja tercinta kami hingga melakukan sebuah pilihan yang terbilang sangat beresiko bagi keamanan kerajaan dan desa kami, terutama mengetahui bahwa Niflheim dipenuhi oleh berbagai makhluk buas yang bisa menyerang kapan saja...

    Tiga tahun telah berlalu sejak kejadian itu, dan keadaan kami mulai menjadi suram dan penuh ketakutan. Tidak ada satu pun unit Vaetta yang datang berpatroli sejak hari terusirnya Joruska dari kerajaan. Namun begitu, kami tetap berpegang teguh pada raja kami dan yakin ia akan mendengar suara dari rakyatnya yang tertinggal ini untuk membawa sang Fyrstr Vaetta kembali. Namaku adalah Yolva, kadang orang sekitar memanggilku ‘Yuv’ sebagai panggilan pendek. Aku hanyalah seorang pemuda yang ingin membantu keluarga, dan orang sekitarku untuk menjalani tradisi serta kehidupan sederhana kami di desa Ymir, salah satu dari banyaknya desa yang tersebar di seluruh penjuru benua ini. Seperti hari biasa, aku membantu para warga untuk mengangkut barang-barang menuju kereta kuda untuk dikirim sebagai sumber penghasilan kami.

    Di tengah perjalananku, sebuah tepukan pada bahu yang tiba-tiba mendarat begitu saja mengagetkanku dan hampir membuatku menjatuhkan seluruh kotak barang ini ke salju. Aku hanya melihat ke arah asal datangnya tepukan tersebut, dan melihat Goru yang tertawa sendiri melihat reaksiku. Ia adalah teman sepermainanku sejak kecil, namun ia tidaklah berasal dari desa ini, ia adalah salah satu dari pengungsi yang datang ke Ymir saat seekor makhluk buas besar datang dan menyerang rumah mereka.

    “Hahah, kau kena lagi, Yuv!” Ledek Goru yang menjulurkan lidah sambil mengibaskan tangannya kepadaku.

    “Haha, lucu sekali, Go, tapi aku sedang sibuk! Tidak bisakah kau lihat aku sedang membawa barang-barang ini untuk pengiriman.” Ujarku kepadanya sambil mengangkat bahuku sedikit untuk menunjukkan tumpukan kotak yang kubawa kepadanya.

    “Ayolah, Yuv, sesekali bermainlah dan beristirahat dari pekerjaan ini! Para warga bisa mengurus diri mereka dengan baik, benar kan bibi?” Goru menoleh kearah bibi Husupov yang hanya bisa tersenyum melihat gelagat Goru dan mengangguk. “Lihat?”

    “Haah, Go, aku tau kau ingin sekali bermain, tapi tolonglah untuk menunggu lagi sebentar, ya? Aku janji, kita akan bermain dengan bola mentari yang kau tunjukkan padaku.” Aku menunggu jawaban darinya sejenak yang berakhir dengan sebuah senyuman polos dan anggukan kepala darinya.

    “Baiklah, Yuv! Janji ya~” Goru perlahan berjalan menjauh dariku sembari mengucapkan kalimat tadi, yang hanya kujawab dengan tawa kecil dan sebuah anggukan. Setelah memastikan dirinya pergi, aku pun kembali melanjutkan perjalanan mengantar barang ini menuju kereta kuda. Menembus badai dan melalui hutan yang memakan waktu yang cukup lama, akhirnya aku sampai dan segera memberikan semua kotakku kepada para petugas kereta.

    “Hei nak, jika kau ingin kembali ke desa, kusarankan kau mengambil jalur terbuka di barat untuk ke desa daripada kembali berjalan melalui hutan. Akhir-akhir ini ada makhluk buas yang hanya keluar di hari gelap di tengah hutan Ymir, dan sudah ada beberapa yang terluka bahkan...tewas, oleh makhluk tersebut.” Aku sejenak mendengarkan ucapan dari petugas kereta tersebut dan menoleh kebelakangku, kearah hutan bersalju yang sunyi dan sepi ditengah hari yang mulai perlahan gelap. Aku hanya mengangguk pelan sebagai jawabanku kepada petugas sebelum akhirnya melanjutkan langkah kakiku untuk kembali ke desa. Sesuai dengan arahan yang diberikan tadi, aku menyusuri daerah barat hutan yang hanyalah hamparan luas daerah terbuka dipenuhi selimut salju tebal.

    “Ugh, salju disini...lebih...tebal, dari yang kukira-“ Gerutuku ditengah perjalanan melelahkan ini. Sepatuku selalu tersangkut berkali-kali yang membuatku harus berjalan mundur untuk mengambil dan memakainya kembali. Langit sudah mulai gelap dengan hanya bintang-bintang dan bulan menyinari jalanku, dari kejauhan aku bisa melihat bayang-bayang desa dengan cahaya hangatnya yang selalu menerangi malam yang dingin. Semakin dekat dan dekat, semakin jelas terlihat pula perbatasan desa yang selalu menyambut hangat orang-orangnya. “Ah, hei! Aku pu-“

    Ketakutan seketika menyelimuti diriku. Tubuhku bergetar dan nafasku tidak terkendali. Kakiku yang tiba-tiba lemas jatuh berlutut melihat apa yang telah terjadi kepada desaku. “A-apa yang...” Tanpa kusadari sebuah air mata mulai keluar dan perlahan turun dari pipiku menuju salju. Hari itu, Ymir yang kuingat sebagai sebuah desa penuh dengan kehangatan dan ketenteraman...hanyalah sebuah kenangan. Salju yang putih kini ditutupi oleh abu, reruntuhan, dan darah. Banyak tangisan terdengar dari mereka yang telah kehilangan segalanya. Tanpa berpikir panjang aku berusaha kembali berdiri, berlari melewati puing-puing bangunan, berharap bahwa ia akan baik-baik saja. “Goru, Goru!” Teriakku memanggilnya, berharap ia akan menjawab kembali.

    Aku secara tidak sengaja menabrak Bibi Husupov hingga aku terjatuh, ia nampaknya juga khawatir terhadap keadaanku, memperhatikan dan memeriksa sekujur tubuhku. “Oh, Yuv, syukurlah kau baik-baik saja, nak...” Kami saling berpelukan sejenak, aku tidak tahan. Air mata mulai berjatuhan dan membasahi pipiku. Bibi Husupov mengelus kepalaku perlahan, berharap untuk menenangkan diriku.

    “Aku takut, bibi, aku takut...” Ia terus mengelus kepalaku sebelum perlahan mengusap air mataku dari pipi dan mataku yang basah.

    “Dengarkan bibi, semua akan baik-baik saja, ya? Goru sudah menunggu di kamp pengungsian, cepat temui dia. Bibi masih harus membantu yang lainnya untuk menuju ke kamp.”

    Goru...syukurlah, dia selamat. Aku segera melepas Bibi Husupov dari pelukanku dan segera pergi menuju sebuah tenda yang didirikan tidak jauh dari desa kami. Aku pun perlahan masuk dan melihat banyaknya orang yang terluka, tidak sedikit pula yang harus terkena kecacatan akibat insiden ini. Perlahan aku melihat-lihat sekitar untuk mencari Goru, namun aku tidak melihat secuilpun dari rambutnya terlihat. Hatiku mulai merasa tidak nyaman kembali dan berdebar kencang, hingga akhirnya...

    “Yuv!” Suara yang selalu kukenali kemanapun aku pergi memanggilku dari arah kerumunan. Dengan sigap aku masuk lebih dalam ke kerumunan dan melihat dia, masih baik-baik saja dengan sedikit memar di wajahnya. “Y-Yuv!” Teriaknya kembali memanggilku, melambaikan tangannya dengan senyum lebar diwajahnya.

    “Goru! Dasar kau, membuatku khawatir sekali...” Kami berpelukan sejenak dan kemudian duduk di sisi satu sama lain, memperhatikan orang-orang berlalu lalang dihadapan kami. “Go, apa yang sebenarnya terjadi? Aku hanya pergi untuk beberapa jam dan desa kita sudah...hilang.” Tanyaku kepadanya masih dalam ketidakpercayaan bahwa rumah tercintaku sekarang hanyalah puing.

    “Aku...tidak tau bagaimana cara menjelaskannya, tapi kau harus percaya ucapanku, Yuv!” Ia memegang kedua tanganku dalam genggamannya untuk meyakinkanku. “Para Vaetta. Mereka...secara tiba-tiba menyerang kami. Pada awalnya kami mengira mereka datang untuk membantu, namun...”

    “...Tidak. Tidak mungkin, mereka adalah para ksatria penjaga tanah Niflheim! Bagaimana kau yakin kalau mereka yang menye-“ Seketika aku terbungkam saat Goru melepaskan genggamannya dari tanganku, dan diatas telapak tanganku adalah emblem suci milik para Vaetta, sebuah ukiran burung hantu yang perkasa.

    “Aku tau kau akan mengatakan itu, jadi aku nekat menyerang balik salah satu dari mereka dan merobek emblemnya sebagai bukti.” Untuk sejenak Goru menjeda perkataannya dan memperhatikan diriku yang nampak masih shock saat itu. “Aku tau, cita-citamu satu saat adalah untuk pergi ke ibu kota dan menjadi anggota Vaetta, tapi tidak berarti ini akan menghentikanmu, kan Yuv? Pasti ada alasan mereka melakukan ini.”

    Aku menatap kehadapan Goru yang memberikan ekspresi memohon kepadaku, dan aku hanya menghela nafasku dan menerima kenyataan. “M-mungkin kau ada benarnya, Goru. Tapi, jika kita ingin tau apa alasan mereka, kita harus pergi ke ibu kota. Ke kastil Hvelgermir.”

    “Apa kau gila? Para Vaetta tersebut sedang dibawah pengaruh jahat, mereka akan membunuh kita jika kita mendekati bahkan satu ubin jembatan mereka!” Goru terlihat khawatir dan panik dengan ucapanku tadi, tapi pilihan apalagi yang kita miliki? Aku harus mencari jawabannya.

    Lolongan serigala terdengar dari kejauhan, menandakan telah tiba waktu tengah malam, dan dengan segera aku ditemani oleh Goru mengambil salah satu kereta seluncur serigala dan dengan cepat berpacu menuju ibukota. Badai salju malam ini bertiup sangat kencang semakin kami mendekati daerah ibukota yang menggantung disisi sebuah gunung. Perlahan, dari kejauhan aku bisa melihat bayang-bayang dari dinding megah kastil, masih lekat dengan warna gelap dan api biru menyalanya yang selalu berkobar bahkan ditengah dinginnya malam. Namun, setelah semua ini, kita mungkin tidak akan melihat kastil ini sama seperti terdahulu, sebuah simbol harapan bagi kami yang selalu dihantui oleh bahaya dunia luar...

    “Baiklah, kita sudah sampai. Ayo, Go.” Aku pun mengikatkan tali kereta ke sebuah batu untuk memastikan agar para serigala tidak akan melarikan diri selagi kami pergi. Setelah aku turun dari kereta, aku melihat kembali ke belakang dan melihat Goru masih terduduk diatas kereta seluncur. Aku hanya menghela nafas dan berjalan kembali kearahnya.

    Saat aku mendekatinya, ekspresi wajahnya hanya tersenyum ragu, dan menggaruk bagian belakang lehernya. “Eheh, uh, a-aku lebih baik diam diatas kereta saja...” Ia perlahan mengalihkan pandangannya dariku, dan senyumnya pudar dalam sekejap. Aku tidak punya pilihan selain harus menariknya dan memegang tangannya, sebagai tanda bahwa aku akan menjaga dirinya tetap aman.

    “Kau...kita, akan baik-baik saja. Percayalah padaku, ini pasti akan berhasil.” Ujarku meyakinkannya, dan ia pun mengangguk. Berpegang tangan dan berdiri disisi satu sama lain, kami mulai melangkah menuju gerbang ibukota yang dipenuhi dengan ukiran indah nan megah. Namun, seiring kami mendekati gerbang kastil, terlihat dimataku bahwa tempat ini juga...sepi? Bahkan tidak ada satupun bunyi dari para burung hantu kerajaan yang sering berlalu lalang.

    “Uh, Yuv, dimana para Vaetta? Mereka tidak pernah meninggalkan gerbang ini begitu saja. Apa kau pikir mereka...pergi?” Goru hanya melihat kehadapanku dengan ekspresi penuh kecemasan dan rasa panik yang berlebih. Mungkin ia ada benarnya, tapi aku berharap itu bukanlah apa yang terjadi pada mereka.

    “Tentu saja tidak, mereka pasti ada didalam sana, aku yakin.” Perlahan aku menggenggam gagang besar gerbang dan mengetukkannya ke permukaan gerbang sekencang yang kubisa, berharap ada yang akan mendengarnya. Untuk beberapa saat, kami tidak mendapat jawaban apapun, gerbang tersebut tetap terkunci rapat. “Halo! Jika ada yang mendengar kami, tolong keluarlah! Kami harus bertemu raja Heridith!” Tepat setelah aku meneriakkan kata-kata tersebut, sebuah langkah kaki terdengar namun tidak mengarah ke gerbang, tapi...keatasnya?

    “...Dan siapa gerangan yang berani memanggil sang raja dengan begitu tidak sopannya? Apakah kau tidak pernah diajarkan tata krama sama sekali, anak muda?” Seorang pria dengan pakaian dihiasi bulu merak putih dan berambut putih keabu-abuan muncul dan berkata demikian. Aku...sama sekali tidak mengenali orang ini dimanapun, apakah ia pelayan istana baru?

    “Yuv, siapa si bulu burung ini?” Aku hanya menggelengkan kepalaku sebagai jawaban terhadap pertanyaan Goru. Orang ini sangat asing, apa mungkin dia seorang penyusup? Tidak, dia punya lambang kerajaan di pakaiannya, seorang anggota resmi keluarga kerajaan. Perasaanku berkata buruk tentang orang ini...

    “Kami disini ingin bertemu Yang Mulia Heridith. Nampaknya desa kami diserang oleh...para Vaetta, dan kami disini ingin memastikan apakah ini hanyalah kesalahpahaman belaka.” Aku menunjukkan orang tersebut emblem burung hantu para Vaetta yang tadi Goru berikan padaku dan nampaknya ia hanya...tersenyum?

    “Ah, sayang sekali, aku turut berduka atas kehilangan kalian, tapi sayangnya sebuah emblem tiruan saja tidak cukup untuk sebuah bukti bahwa para Vaetta telah melakukan kejahatan demikian. Lagi pula, yang mulia sendiri sedang sibuk dengan tugasnya dalam melindungi ibu kota, kecuali kalian bisa kembali dengan bukti yang lebih kuat, maka mungkin aku akan membiarkan kalian berbicara dengan yang mulia.” Ia pun pergi begitu saja meninggalkan kami setelah mengucapkan pernyataannya, seakan kami hanyalah seonggok pasir baginya.

    “Hei, kembali! Aku belum selesai denganmu!!” Emosi telah lebih dulu melahapku, aku dengan geramnya mendobrakkan tanganku berkali-kali ke gerbang, tidak peduli rasa sakit yang kurasakan karena memukul permukaannya yang keras. Namun perlahan aku mulai berhenti dan bersandar pada gerbang, menerima kenyataan bahwa raja kami sudah...mengabaikan, rakyatnya. “Sudah berakhir, sekarang kita tidak lebih dari sebuah perisai hidup bagi raja untuk menghadang para makhluk buas diluar sana..” Ujarku sambil berusaha menahan tangisan, mengalihkan pandanganku dari Goru yang khawatir terhadapku.

    “Kau setidaknya berusaha, Yuv, dan itu sudahlah bagus! Lebih baik kita kembali segera, matahari akan segera terbit kembali.” Ia perlahan membantuku berdiri dan kami berdua berjalan pergi dengan rasa penuh kekecewaan dan putus asa. Mendekati kereta salju, kami mendapati seseorang berkerudung berada didekat para serigala, namun nampaknya ia hanya memberi makan mereka. Kami segera menghampiri orang tersebut dan kereta kami, untuk memastikan hal tersebut.

    Orang tersebut segera berbalik dan menatap kami dengan senyuman ramahnya. “Ah, apa kalian yang memiliki para serigala ini? Kalian seharusnya memberi makan mereka, kasihan mereka kelaparan menunggu kalian. Kalian juga mau?” Ia menawarkan kami segenggam daging rusa masak yang kemudian Goru ambil dan makan perlahan. Ia membuka kerudungnya dan dibaliknya adalah sebuah cahaya harapan yang selalu kami nanti, yang banyak orang percaya telah hilang ditelan oleh buasnya hari malam, namun ia nyata, dan berdiri dihapanku saat ini. Dalam ketidakpercayaanku, aku memanggil namanya...

    “...Joruska?”

     

    FiverJhoni20

    No comments

    Bad Comment Will Be Forgiven

    Post Top

    Post Bottom