• Breaking News

    Drowned; 2 of 3

    FiverrJhoni20

      


    Niflheim...tidak pernah kulihat tempat lain yang dipenuhi perjuangan lebih keras daripada sebuah tempaan palu pandai besi dan tangguh bagaikan gunung yang tak tergerakkan bahkan oleh waktu sekalipun. Aku ingat hari itu, ketika raja kami, Heridith dengan berani dan perkasanya memimpin kami menembus amukan badai salju. Aku juga ingat, hari ketika Yang Mulia Heridith dengan luar biasanya membelah seekor naga menjadi dua, dimana kedua tubuhnya menyusut menjadi ular hitam dan putih. Dengan tekad berkobar lebih panas dari cahaya sang surya sendiri, kami membangun ibu kota diatas tanah yang dulunya adalah liang seekor naga. Tahun demi tahun berlalu, dan dengan penuh latihan serta dorongan dari orang tercinta disekitarku, aku dipilih menjadi unit elit pertama penjaga Niflheim yang siap berkorban nyawa demi sang raja dan rakyatnya, Vaetta.

    Namaku adalah Joruska, sang Fyrstr Vaetta, sudah tiga tahun berlalu sejak aku diasingkan oleh rajaku sendiri akibat tuduhan palsu dari orang baru kerajaan kami, sang Merak Putih Herja. Pada satu saat ia muncul begitu saja ditengah politik kerajaan dan sejak ia menduduki posisi sebagai penasihat dan menteri raja, sebuah tali boneka mulai ditarik oleh tangan-tangan liciknya itu. Aku tau penipu saat aku melihatnya, dan dia jelaslah seorang penipu berbakat. Hari itu, lonceng kerajaan berbunyi dan memanggil kami para Vaetta untuk berkumpul menghadap sang raja.

    “Ada apa gerangan Yang Mulia memanggil kami?” Wajahku seketika pucat ketika melihat Herja untuk pertama kalinya. Ekspresi penuh dengan kelicikan, darimana dan apa yang diinginkan orang ini? Aku tetap berusaha menahan posisi tubuhku agar tidak bergetar dihadapan rajaku.

    “Joruska, majulah.” Suara dari Yang Mulia nampaknya dipenuhi dengan rasa ketidakyakinan  dan kecemasan, namun ekspresi wajahnya menunjukkan keteguhan hatinya untuk mengatakan apapun itu yang membuat dirinya merasa cemas. “Joruska...kau adalah seorang Vaetta yang jujur, disiplin, dan penuh dengan semangat perjuangan. Aku sepenuhnya mempercayai bahwa dirimu tidaklah mungkin akan melakukan sebuah kejahatan bahkan menyakiti seekor kelinci. Tetapi, kau masihlah muda untuk seorang Vaetta, dengan tekad yang berkobar namun berpemikiran kurang matang tidak selayaknya para rekanmu.”

    “Saya merasa bangga atas pujian dari Yang Mulia, tapi saya masih tidak mengerti, mengapa saya?” Perlahan aku memandang kearah mata Yang Mulia Heridith. Mata ungunya yang bersinar ditengah kegelapan beralih menghadap Herja dan membisikkan sesuatu kepadanya. Setelah selesai, Herja mengangguk dan perlahan berjalan kedepan Yang Mulia dan membelakanginya...dengan tidak sopan. Dasar bulu burung tidak tau diri, berani sekali mengotori kehormatan Yang Mulia seperti itu.

    “Atas perintah Yang Mulia sendiri, dengan ini Joruska, Fyrstr Vaetta, akan diasingkan dari ibu kota menuju hutan dalam waktu yang tidak menentu untuk membuktikan bahwa dirinya memanglah pantas memegang gelarnya, hingga panggilan dari Yang Mulia datang untukmu kembali.” Seluruh ruangan seketika diisi oleh suara riuh para rekanku yang tidak percaya atas pilihan Yang Mulia, namun aku dengan cepat menenangkan mereka, mengangkat tanganku yang dikepal ke udara. Aku pun memandang Herja dengan penuh amarah, senyuman itu...dia mempengaruhi Yang Mulia untuk mengusirku dari kerajaan ini...

    “....Jika ini benar kehendak dari Yang Mulia, maka akanku jalankan dengan sepenuh hati.” Aku kembali menundukkan kepalaku kehadapan Yang Mulia. Ia pun berdiri dan berjalan dari tahtanya menuju diriku, menepuk pundakku setelah melewatiku. Rekanku yang lain hanya bisa berjalan keluar dari ruangan dengan tatapan penuh kesedihan.

    Setelah semua orang pergi, Herja menghampiriku dan menunduk, membisikkan kata-kata yang tidak pernah akan kulupakan. “Kau tau terlalu banyak, tidakkah begitu? Aku tidak akan membiarkan orang seperti dirimu mengacaukan rencanaku untuk mengambil alih kekuatan kerajaan ini untuk diriku sendiri. Dan jika kau pikir kau bisa kembali kemari hanya untuk menghunuskan panah tumpulmu itu, bermimpilah.”

    Setelah ia berjalan melewatiku, aku berdiri dan menatap tajam Herja yang berjalan keluar dengan anggunnya. Aku berusaha untuk tidak mengeluarkan amarahku, mengepalkan tinjuku sambil menggerutu. Aku pun berjalan pergi mengambil busur, panah dan perbekalanku untuk bersiap pergi menuju pengasingan. “Lihat saja nanti, saat aku kembali, aku bersumpah atas nama Yang Mulia Heridith dan naga tanah kelahiran kami, akan kusematkan seratus panah ke wajah busukmu, bulu burung.”

    Dan begitulah, bagaimana aku bisa diasingkan keluar dari kerajaan, hingga saat ini. Aku dengar berita ini tersebar ke seluruh penjuru desa di Niflheim, para penduduk mulai diselimuti ketakutan. Walau dalam pengasingan, aku tetap harus melakukan tugasku sebagai Vaetta dan melindungi mereka semua dari ancaman bahaya makhluk buas. “Hah...panahku sudah mulai habis lagi, lebih baik aku segera mencari kayu lagi untuk membuat yang baru.” Ujar diriku selagi aku berkeliling melalui pepohonan pinus bersalju dan tetap bersiaga terhadap bahaya.

    Dengan jelas aku mendengar suara langkah kaki dan kerumunan dari kejauhan, perlahan aku berjalan kearah asal datangnya suara dan melihat barisan orang membawa kotak-kotak berisi sumber daya untuk dijual ke ibu kota. “Para penduduk ini...mereka datang dari Ymir, ya? Pakaian mereka terlihat mencolok ditengah cuaca seperti ini, lebih baik aku mengikuti alur barisan ini.” Dengan segera aku menarik keluar busurku dan mengikuti mereka dari kejauhan, bergelantungan diatas pepohonan pinus layaknya seekor primata.

    Untuk selang waktu yang cukup lama, tidak ada bahaya terlihat dimanapun, namum hari semakin gelap, dan mengetahui bagaimana para makhluk buas suka berburu dibawah kegelapan malam, aku segera memutar otak untuk memastikan tidak ada satupun dari mereka datang. “Bagaimana ya...?” Tiba-tiba dari belakangku datang seekor singa salju yang berusaha menerkamku, namun dengan segera kuelak dan membungkamnya menggunakan anak panahku. Sang singa terkulai lemas dan akhirnya mati, darahnya menodai salju yang putih menjadi merah.

    “Syukurlah tidak ada yang mendengarnya...” Aku kemudian mengintip dari balik pepohonan dan melihat bahwa barisan sudah mulai semakin sedikit. Namun, nampaknya aku terlalu cepat merasa lega, karena salah satu dari mereka nampak panik dan meneriakkan hal yang sangat sulit untuk kupercaya.

    “Cepat! Para Vaetta! Mereka...mereka menyerang desa!”

    “Apa?!” Hatiku seketika terenyuh, bagaimana bisa ini terjadi? Setelah semua yang kita lalui dalam menjaga rumah kita dari bahaya, bagaimana bisa kau menghianati kepercayaan raja kita begitu saja? Emosiku tercampur aduk antara sedih, amarah, dan kebingungan. Kakiku lemas dan tubuhku perlahan terhuyung, semua ini terasa terlalu cepat untuk terjadi, tapi aku kurasa aku harus menerima kenyataan ini. Aku segera menggelengkan kepalaku dan menampar diriku sendiri agar sadar dari rasa bersalahku, dan segera menyusul untuk melihat keadaan.

    Melompati satu pohon ke yang lainnya, aku menyadari ada yang juga mengikuti diriku menuju desa, segerombolan serigala buas yang kelaparan. “Tidak dalam pengawasanku.” Dengan segera aku melompat dan menghadang mereka, mengarahkan anak panahku kearah mereka semua sebagai bentuk ancaman. Mereka perlahan maju kearahku, nampaknya mereka tidak takut padaku karena aku jelas kalah jumlah dengan mereka. Namun ketika mereka sangat dekat denganku dan membuatku ingin melepaskan anak panahku kearah mereka, tiba-tiba mereka semua berlari mundur seakan sesuatu menakuti mereka.

    “Oh, aku tidak percaya ancaman seperti ini bisa berakhir juga pada akhirnya.” Perlahan aku merasakan sebuah keberadaan yang lebih besar dari diriku. Aku mempersiapkan panahku untuk melesat kapanpun kearah apapun makhluk dibelakangku ini. Dengan cepat aku berbalik dan melesatkan panahku, namun makhluk tersebut menangkisnya dan menunjukkan dirinya dari kegelapan, seekor beruang besar. “Sial, kenapa harus sekarang...”

    Aku mulai memikirkan cara untuk setidaknya menghambat si beruang, karena jelas aku tidak akan membuang-buang panahku ke makhluk yang tau cara menangkis anak panah yang datang kearahnya. Seketika aku teringat tentang daging rusa yang aku baru saja dapatkan kemarin, perlahan kuraih tasku dan menarik keluar daging segar yang dibungkus kain tersebut. “Kau mau ini? Kau mau?” Seketika sang beruang berdiri dengan ekspresi girang. “Huh, kurasa makanan benar-benar bisa menjawab segala masalah.” Aku pun langsung melemparkannya ke beruang tersebut dan mengelus kepalanya sejenak, sebelum akhirnya langsung melanjutkan perjalananku ke Ymir.

    Tergesa-gesa aku menggelantung melalui pepohonan, hingga hampir kehilangan keseimbangan ditengah perjalanan. Keringat mengucur secara terus menerus dari tubuhku, bahkan ditengah dinginnya cuaca Niflheim. Kobaran api terang dan teriakan penuh penderitaan terdengar dari jauh, dan ketika aku tiba, semuanya sudah terlambat. Ymir telah hancur dan hanya ada diriku untuk disalahkan karena semua ini... “Tidak, tidak, tidak! Bagaimana bisa...para Vaetta...kalian adalah penjaga suci tanah kelahiran kita ini! Bagaimana bisa....” Aku hanya bisa terduduk diam diatas ranting tertinggi pepohonan tersebut, perlahan menangis dan meratapi nasib tiap orang disana yang telah kehilangan rumahnya.

    “...Sudah cukup. Aku akan kembali kesana dan memperbaiki semua ini, bahkan jika berarti aku harus melawan rekanku sendiri.” Dengan segera aku mengusap air mataku dan melompat turun dari pohon, berjalan kembali menuju ibukota. Belum berselang lama, beruang yang tadi kuberi makan tiba-tiba menghampiriku layaknya seekor anjing dan menjilati pipiku hingga basah. “Ahah, hei, hei, tenang kawan, kau boleh ikut denganku, tapi jangan menga-“ Ucapanku terpotong ketika beruang tersebut menyundulku naik keatas punggungnya.

    “Pelan-pelan, kawan! Woah!” Aku berusaha menunjuk arah untuk si beruang agar kami sampai ke ibukota dengan cepat. Aku hafal tiap rute tercepat untuk sampai kesana, semua Vaetta tau mengenai rute-rute ini. Kami pun berpacu masuk ke sebuah gua kecil dibawah kaki gunung, yang digali oleh para pembangun kerajaan kami agar para Vaetta lebih mudah dalam mencapai desa-desa yang terpencil di seluruh penjuru Niflheim.

    Kami perlahan berhenti ditengah hutan dekat gerbang kastil, dimana hari sudah mulai gelap. “Baiklah, diam dulu disini, aku akan kembali.” Aku mengelus kepala beruang tersebut dan ia pun menuruti ucapanku. Aku pun mengeluarkan anak panahku dan mengikat ujungnya dengan kain berisi segenggam salju agar tidak melukai mereka. Para Vaetta masihlah rekanku, dan aku tentu tidak akan melukai mereka.

    Aku pun mencari tempat yang sempurna untuk membidik dan memperhatikan jumlah mereka yang berjaga. “Tiga...empat. Baiklah, saatnya untuk menaruh kalian ke ranjang tidur kerajaan, kawan.” Aku pun mulai membidik dan melesatkan anak panah tumpulku satu persatu kearah mereka, menghantam kepala mereka hingga pingsan. Setelah mereka semua tidak sadarkan diri, aku pun menyembunyikan tubuh mereka dihutan bersama si beruang yang kemudian perlahan menghampiri mereka. “Jangan makan mereka.” Si beruang hanya meraung dengan terpaksa sebagai jawabannya dan kembali duduk ditempatnya

    Bulan pun sudah tiba saat aku selesai memindahkan semua tubuh tersebut dan ketika aku akan memasuki kerajaan dengan memanjat, sebuah suara datang dari arah jalur terbuka pegunungan. Dengan cepat aku mundur dan bersembunyi ditengah semak-semak dan memperhatikan. Rupanya asal suara tersebut adalah sebuah kereta salju yang ditarik oleh gerombolan serigala dan dikendarai oleh...dua orang anak muda? “Apa yang mereka lakukan disini...?”

    Aku pun mendekat dan perlahan memperhatikan gerak-gerik mereka. Mereka mengetukkan gerbang dan tidak menerima jawaban apapun. “Apa mereka ingin bertemu dengan para Vaetta? Tidak, tidak mungkin, mereka mungkin saja sudah membenci kami dan-“ Pandanganku terkunci ke sesosok berpakaian serba putih yang perlahan muncul diatas gerbang kerajaan.”Kau!” Aku dengan cepat menarik keluar busur dan satu panah terakhirku, membidikkannya kearah kepala si bulu burung. Namun, tanganku bergetar dan tidak bisa melepaskan tali busurku. “...Membunuhmu hanya akan membuat diriku seburuk dirimu. Akan kuhukum kau dengan cara yang rajaku akan setujui.”

    Aku pun mulai menarik keluar kerudungku dan memakainya, perlahan berjalan menuju kereta serigala yang ditinggal oleh para pemuda tadi. Aku perlahan jongkok dan memberi makan mereka sisa daging rusa masak terakhirku untuk mereka dan diriku. “Heheh, kalian pasti sangat lapar. Makanlah yang lahap.” Ujarku selagi mengelusi kepala dan telinga mereka masing-masing.

    Suara langkah kaki terdengar dari belakangku dan aku pun berbalik melihat kedua pemuda tadi kembali untuk kereta mereka. “Ah, apa kalian yang memiliki para serigala ini? Kalian seharusnya memberi makan mereka, kasihan mereka kelaparan menunggu kalian. Kalian juga mau?” Aku pun menawarkan mereka juga beberapa potong daging rusa masak dan nampaknya yang lebih muda dengan senang hati menerimanya. Aku pun perlahan berdiri dan membuka kerudungku dihadapan mereka.

    “...Joruska?” Ujar pemuda yang lebih besar memanggil namaku dengan wajah terkagum. “Sang Fyrstr Vaetta, berada dihadapanku?! Goru, apa aku sedang bermimpi?” Aku hanya bisa tertawa melihat reaksi polos pemuda ini melihatku dengan penuh kilau harapan dimata mereka.

    “Aku senyata diri kalian, jadi tidak perlu bereaksi berlebihan begitu.” Beruang yang menemaniku tadi tiba-tiba melompat keluar dari semak-semak membawa tubuh semua rekanku yang tidak sadarkan diri dipunggungnya dan berlari kearahku, memelukku dan menjatuhkan tubuh mereka. Kedua pemuda tersebut nampaknya ketakutan melihat teman beruangku, jadi aku perlahan membiarkan mereka mendekatinya untuk menunjukkan bahwa ia baik. “Tenanglah, ia tidak menggigit, belum...” Kedua pemuda tersebut pun berhasil mengelus kepala si beruang dan mereka bertiga nampaknya menikmatinya. “Lihat? Tidak apa-apa kan?”

    “Heheh, kau benar, Joruska. Ah, ya, perkenalkan namaku Yusupov! Tapi orang didesaku lebih sering memanggilku Yuv!”

    “Dan aku Goru! Sebuah kehormatan bisa bertemu langsung dengan sang Fyrstr Vaetta!”

    Aku pun menjabat tangan mereka berdua secara bersamaan setelah perkenalan tersebut. Mereka punya semangat yang berkobar dan luar biasa, mereka bisa saja menjadi Vaetta satu saat. “Kalian tadi ingin menemui Yang Mulia Heridith? Aku bisa membantu kalian masuk, karena aku sendiri juga perlu urusan dengan seseorang didalam...” Mereka berdua mengangguk dan aku pun segera merangkul mereka naik keatas pundakku, berjalan kembali menuju gerbang kerajaan ditemani oleh para serigala dan seekor beruang.

    “Ini akan menjadi luar biasa!” Teriak Goru.

    “Dan kita akan menjadi bagian dari ceritanya!” Lanjut Yuv.

    “Diakhir, seekor burung kikir terjatuh dari sarangnya...” Aku mengakhiri, melihat kearah gerbang kerajaan yang semakin dekat. Sudah saatnya...

    FiverJhoni20

    No comments

    Bad Comment Will Be Forgiven

    Post Top

    Post Bottom